Selasa, 17 Maret 2020

6 HARI TRAVELING MALAYSIA DAN SINGAPORE - PART 1/6



Perjalanan Low Budget ke Malaysia & Singapore. 

Merlion Park

Tulisan ini mungkin agak sedikit panjang, jadi semoga kalian nggak migrain setelah membaca tulisan gue ini ya, karena gue mencoba menjelaskan sedetail mungkin bilamana kalian butuh referensi untuk pergi berlibur ke Malaysia atau Singapore.

Jadi semua perjalanan panjang ini berawal dari temen gue (Yudhiet, partner gue backpacker kali ini) yang bikin instastory tiket SUB-KLIA atau dari Surabaya ke Kuala Lumpur hanya Rp250.000 (ketika AirAsia masih bekerjasama dengan Traveloka), berawal dari situ kami berkeinginan untuk mencoba liburan ke luar negeri yang pertama kalinya bagi kami (liburan ya bukan lomba atau hal yang lainnya).

Jadi dalam trip ini kami memutuskan untuk mengunjungi 3 kota, yaitu Kuala Lumpur, Singapore, dan Malacca. Hal yang pertama dilakukan adalah booking tiket, karena ketika semakin mendekati hari H, harga tiket pesawat akan terus mengalami kenaikan. Trip inikami  lakukan pada bulan Juli 2019, jadi pada awal pertengahan bulan Februari kami sudah melakukan pemesanan tiket PP CGK-KUL dan juga book hostel. Setelah pemesanan selesai dilakukan, kami membicarakan tujuan-tujuan yang mungkin bisa kami kunjungi, dengan mempertimbangkan jarak dari pusat kota / tempat penginapan kami dan juga biaya terkait.

Karena kami punya 4 hari penuh disana, agak banyak waktu nganggur jika hanya berkeliling Kuala Lumpur, mau menambah tujuan ke Penang biayanya agak mahal dan jarak yang cukup jauh sekitar 360 KM. Dan saat kami cek, ternyata tiket KUL-SIN atau tujuan Changi Airport, Singapore hanya Rp 173.700, menggunakan maskapai SCOOT. Tanpa pikir panjang, seminggu dari pemesanan tiket pertama, kami booking tiket dari KLIA2 menuju Changi Airport.

Rain Vortex Changi

Menurut kabar, tempat paling strategis untuk backpacker dan pelancong kantong kering seperti kami menginap adalah di kawasan Bukit Bintang, tempatnya dekat dengan Monorail, Alor Street Food, dan keramaian turis asing lainnya. Karena juga disana memang banyak ditemukan hostel murah dibawah Rp 200.000 semalam. Untuk penginapan di Singapore tempat paling recommended adalah kawasan Kampong Glam, atau kawasan Bugis. Walau disini kami temukan harga yang sedikit lebih mahal, tetapi selebihnya kamarnya bersih dan rapi ketimbang hostel yang kami tinggali di KL.

Jadi sebenarnya, kami sudah memesan hostel di KL 6 malam full, bersamaan dengan pemesanan tiket pesawat pada pertengahan Februari lalu. Nah setelah itu, kami baru terpikirkan untuk pergi ke Singapore, karena sayang pada hostel yang telah kami pesan, niat awal hanya sehari trip ke Singapore, tetapi setelah kami pikir panjang, waktu sehari saja tidak akan cukup untuk mengunjungi list destinasi wisata SG yang telah kami buat, jadi harus memesan hostel untuk 1 malam disana.

Dikarenakan tiket pulang balik ke KL sangat mahal dari Changi, maka kami memutuskan untuk naik bus dari Singapore, dengan tujuan Malacca. Harganya sedikit lebih murah dibandingkan dengan harga tiket keberangkatan kami ke Singapore tadi, kami sangat dipermudah karena bisa melakukan pemesanan via easybook.com.

Jadi biaya sebelum keberangkatan yang harus sudah kami siapkan dari awal sebagai berikut:
1.      Tiket pesawat AirAsia CGK-KLIA2 = Rp 372.000
2.      Tiket pesawat AirAsia KLIA2-CGK = Rp 381.000
3.      Tiket pesawat SCOOT KLIA2-Changi = Rp 173.700
4.      Tiket bus Singapore-Malacca Central = Rp 167.000
5.      Tiket bus Malacca Sentral-Terminal Bersepadu Selatan = RM 13.7 / Rp 45.000
6.  ABS Bintang Guest House, Bukit Bintang (6 Night) = Rp 780.00 atau Rp 390.000/person
(Rp 130.000/room/night for 2 person.)
7.      Kampong @Arab Hostel, Bugis, SG (1 Night) = Rp 178.000/person

Jadi kalau ditotal sekitar 1.7 juta untuk akomodasi yang harus dipersiapkan sebelum keberangkatan, diluar pembuatan passport. Pembuatan passport baru 48 halaman, awal tahun 2019 masih Rp 350.000. Oh ya, untuk yang mungkin belum mengerti. Bepergian ke luar negeri khususnya di negara-negara Asia Tenggara dibebaskan dari visa, jadi gratis untuk durasi waktu yang ditentukan oleh pihak imigrasi negara terkait.



DAY ONE – 4 JULI 2019

            Keberangkatan kami mulai dari Terminal Bus Kota Depok, untuk menuju bandara terdapat transportasi bus yang langsung mengantarkan kami menuju airport. Bus Hiba Utama, dengan harga Rp 60.000 mengantarkan kami langsung menuju terminal 2F bandara SoeHatt, tiket bisa dibeli langsung di counter terkait di Terminal Depok. Perjalanan ditempuh melalui jalan tol, jadi perjalanan lebih cepat dan terhindar dari macetnya ibu kota. Berangkat pukul 10:00 pagi, karena preventive terhadap hal-hal yang tidak diinginkan terjadi, perjalanan kurang lebih ditempuh sekitar 2 sampai 2.5 jam dari Depok menuju Tangerang.

Sebelum keberangkatan, kami mempersiapkan data roaming terlebih dahulu agar tidak ribet ketika sudah sampai di KL, paket 1 minggu dengan harga Rp 220.000 dari telkomsel sangatlah membantu. Pesawat lepas landas pukul 14:30 dari SoeHatt, perjalanan membutuhkan waktu 2 jam, tetapi kita sampai pukul 18:05 waktu setempat, karena waktu di Malaysia 1 jam lebih cepat dari WIB.

            Sesampainya di airport kami sibuk menyalakan data raoming kami yang sedikit mengalami trouble, menjadikan kami telat untuk mengantri bagian imigrasi. Padahal antrian masuk Malaysia untuk asing begitu banyak sekali walau sudah dipisah dari line warga negara Malaysia. Alhasil kami mengantri sangat lama sekali hingga memakan waktu sekitar 2 jam hanya untuk melewati bagian imigrasi. Setelah handphone sudah terkoneksi internet dan sudah melewati bagian imigrasi, saatnya mencari transportasi ke pusat Kota Kuala Lumpur, KLIA2 ini tempatnya bukan di dekat pusat kota. KLIA2 berada di Sepang, Selangor, berjarak sekitar 60 KM dan memerlukan waktu 1 jam dari pusat Kota Kuala Lumpur.

Tiket KLIA Express

Transportasi yang paling mudah ditemui setelah keluar dari bagian imigrasi adalah KLIA Express, kereta bandara yang menghubungkan KLIA 1, 2 dan KL Sentral. Setelah mendapati counter tiketnya, kami langsung mengantri dibelakang calon penumpang lainnya. Setelah memesan tiket betapa kagetnya ternyata harganya RM 55, hampir setara dengan Rp 190.000 kurs Rp 3.400. 

KLIA Express

Akhirnya kami tetap membelinya karena keterbatasan info mengenai transportasi lain yang kami tahu, mungkin memang karena kurang bertanya pada orang di sekitar airport aja sih. Tetapi memang kualitas dari keretanya sangat nyaman, bersih dan bagus, bolehlah sekali mencoba walau menguras kantong, sekadar pengalaman saja, tetapi tidak untuk kedua kalinya. Waktu yang ditempuh KLIA Express menuju KL Sentral sekitar 40 menit, melewati daerah Putrajaya, pusat pemerintahan Malaysia.

KL Central

            Setibanya di KL Sentral, kami seperti terpukau dengan pusat transit moda transportasi umum di Kuala Lumpur ini, begitu besar, semua jenis transportasi bersatu disini, MRT, LRT, KTM, KLIA Express, dan juga BRT. Terintegrasi dengan mall juga, jadi begitu ramainya tempat ini, disebelah KL Sentral juga terdapat Kawasan Little India.

Kawasan Bukit Bintang


            Nah, untuk mencapai kawasan Bukit Bintang, kami menggunakan Monorail KL Sentral – Titiwangsa, hanya dengan RM 2.5 melewati 4 stasiun, tak membutuhkan waktu yang lama, karena headway Monorail juga sebentar kami sampai di Stasiun Monorail Bukit Bintang. Kesan pertama setelah keluar dari stasiun adalah, WOW. Tempatnya ramai sekali, banyak turis asing lalu lalang di trotoar maupun penyebrangan jalan, banyak musisi jalanan yang sampai menggunakan sound system, berbagai restoran, penginapan dan juga toko tersedia, benar-benar tempat berkumpulnya pelancong mancanegara. Walaupun budaya Indonesia dan Malaysia sebenarnya tidak begitu jauh, tapi disini terasa sangat berbeda atmosfernya, seperti berada jauh dari Indonesia, begitu fancy. Diversitas yang dimiliki Kota Kuala Lumpur sangatlah tinggi, dimana 3 etnis sangat mendominasi disini, antara Muslim, Tionghoa, dan India.


            Setelah mengamati kondisi sekitar, kami yang cukup lapar karena makan terakhir di bandara Soekarno-Hatta tadi siang, dan kami sampai di kawasan Bukit Bintang sekitar pukul 20:30 MST (Malaysian Standard Time), memutuskan untuk mengunjungi kawasan Alor Street Food tidak jauh dari stasiun monorail, sekitar 300 M. Sesampainya disana, kerumunan manusia tak terelakkan, ketika malam hari jalan ini berubah menjadi food court, ribuan meja dan kursi makan berjajar disepanjang jalan ini, jalanan dipenuhi orang-orang dengan perut kosong yang ingin mencoba berbagai makanan yang mungkin jarang kami temui di daerah asal masing-masing. Alor Street Food memiliki panjang sekitar 250 meter, sisi kanan dan kiri jalan penuh dengan penjaja makanan yang menawarkan jualan mereka. Mayoritas hidangan yang disediakan adalah Thai food, Chinese food, Vietnamese food. Agak susah untuk mencari rumah makan yang menyediakan makanan halal, karena mayoritas dari mereka menggunakan daging babi sebagai salah satu menu yang dihidangkan.
           
Jalan Alor

Keramaian jalan Alor sampai melewati tengah malam, sekitar jam 2 – 3 pagi. Ketika hendak bertransaksi disana biasanya kami melihat pedagangnya terlebih dahulu, ketika yang berjualan orang melayu menggunakan bahasa Indonesia campur sedikit bahasa melayu sebatas yang kami bisa, bahkan tak sekali saja kami menemukan penjualnya berasal dari Jawa, kalau yang jualan chinese menggunakan bahasa inggris, karena orang chinese yang sudah lewat paruh baya terkadang ada yang tidak bisa menggunakan bahasa melayu, jadi karena tidak fasih bahasa mandarin, memang tidak bisa sih, kami gunakanlah bahasa inggris secukupnya.


Karena terlalu banyak makanan yang tersedia disana, kami sampai bingung untuk memilih yang mana, sampai kami berakhir pada ujung jalan yang sudah sepi pengunjung, terdapat warung dipinggir jalan yang menyediakan nasi lemak dan ketika dilihat harganya cukup murah, hanya RM10.


Setelah selesai makan, kami mencari rute terdekat untuk mencapai hostel kami, ABS Bintang Guest House jalan Bukit Bintang. Tak lama setelah jalan, kami sudah menemukan board nama hostel kami. Tetapi yang kami herankan adalah, tempat kami berdiri itu adalah money changer dan hostel lain, namun diantara 2 bangunan tersebut ada tangga sempit kurang dari 1.5 M. Ternyata hostel kami berada di lantai 3 bangunan tersebut, tidak begitu besar. Hanya satu lantai dan terdapat belasan kamar dan 2 kamar mandi umum di ujung lorong kamar. Sebenarnya kondisi hostel ini dibawah ekspektasi kami, terutama bagian kamar tidur dan kamar mandi. Kamar tidur yang tidak terdapat ventilasi menjadikannya lembab dan terasa pengap, walaupun terdapat ac didalamnya tetap terasa berbeda feelnya. Kemudian kamar mandi, mungkin dikarenakan untuk umum, menjadikannya kurang nyaman untuk dipakai karena terdapat bekas rambut-rambut yang tersisa di lantai sehabis pengguna sebelumnya, atau pun bekas jejak kaki yang kotor, membuatnya terasa sedikit terganggu.

Terlepas dari bagaimana keadaan hostel, tetap dinikmati sajalah, nggak mungkin juga mau pindah hostel yang lainnya. Karena kami ingin memaksimalkan waktu yang kami miliki disana untuk mengunjungi lokasi yang menarik. Selepas check in hostel pukul 22:30 MST, berberes pakaian yang ada di tas, membersihkan diri dan berganti pakaian yang lebih santai, kami memutuskan untuk berangkat menuju Petronas Tower, yang berjarak 1.5 KM dari penginapan, dengan berjalan kaki sambil menikmati suasana malam Kota Kuala Lumpur. Berangkat dari hostel sekitar pukul 23:15 MST, perjalanan ditempuh sekitar 30 menit, walau dilakukan dengan jalan santai ternyata cukup melelahkan, apalagi harga air mineral di KL harganya cukup mahal, beberapa kali lipat harga normal di Indonesia.

Jalur pedestrian menuju KL Tower

Walau puncak menara Petronas terlihat dari kawasan penginapan kami di Bukit Bintang, ternyata saat jalan kaki tidak sedekat yang kami bayangkan. Setelah berkeluh kesah ria, sampai di depan Mall Suria KLCC yang mana diatasnya adalah Petronas Tower, setelah memutari kawasan ini sampalah kami di bagian depan yang terdapat taman dan air mancur, tempat iconic untuk mengambil foto karena terdapat space yang luas untuk mendapatkan angle yang bagus didepan Petronas. Sesampainya kami di taman itu, tak hanya kami yang ingin mengabadikan momen, tetapi juga banyak wisatawan lain yang antusias untuk mengambil gambar.


Satu dua foto baru kami ambil, terdapat suara peluit dan teriakan “close, close….” Yang menandakan bahwa Taman KLCC sudah hendak ditutup, setelah kami tengok ternyata jam sudah menunjukkan pukul 00:00 MST. Kami yang baru sampai disana dengan perjuangan yang tidak mudah begitu terkejut mendengar hal ini, satu per satu lampu sorot Petronas mulai dimatikan dan mulai gelaplah kawasan itu. Kami mengikuti kerumunan lain untuk segera keluar dari area taman. Dan akhirnya sampailah di trotoar yang berada tepat didepan Taman KLCC tadi, karena masih bisa mendapatkan angle foto yang cukup bagus dan mendapat sorot dari gedung di depan Petronas yang bercahaya sangat terang, walaupun lampu-lampu sorot Petronas sudah dimatikan.

Dan, selesailah hari pertama kami di Kuala Lumpur ketika sampai di penginapan pukul 2 malam, dengan jalan kaki juga tentunya. Hari pertama yang begitu melelahkan tetapi mengasyikkan.

Cerita berikutnya dapat kalian klik disini.

follow instagram @khafid_nrd untuk bertanya apapun mengenai perjalanan ini..

1 komentar: