Minggu, 14 Juni 2020

ANALISIS KETIMPANGAN WILAYAH DENGAN DAMPAK COVID-19 TERHADAP EKONOMI NASIONAL






UNIVERSITAS INDONESIA



POLICY PAPER

ANALISIS KETIMPANGAN ANTAR WILAYAH DI INDONESIA
&
DAMPAK PANDEMIK COVID-19 TERHADAP EKONOMI NASIONAL


MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA


BELLA KHAFID NURUDDIN
1706058911



Dosen Pengampu:
Fauziah M.T., Ph.D.
T.M. Zakir Sjakur Machmud M.Ec., Ph.D.

Asisten Dosen:
Lovina Aisha Malika Putri


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
PROGRAM STUDI SARJANA AKUNTANSI
DEPOK
2020








Pembangunan ekonomi adalah upaya untuk meningkatkan kesejahteraan suatu bangsa yang biasanya diukur dengan tinggi rendahnya suatu pendapatan per kapita. Pembangunan ekonomi yang merupakan suatu proses yang didalamnya termasuk perubahan struktur, sikap hidup, dan kelembagaan. Akibat adanya perbedaan dan keragaman potensi sumber daya alam, kualitas sumber daya alam, letak geografis diberbagai wilayah Indonesia yang diikuti dengan perbedaan kinerja di setiap wilayah menyebabkan terjadinya ketimpangan pembangunan antar wilayah (Todaro, 2011).
      Kesenjangan atau ketimpangan antar daerah merupakan konsekuensi dari sebuah proses pembangunan yang merupakan suatu tahap perubahan dalam pembangunan itu sendiri. Perbedaan tingkat kemajuan disetiap daerah yang sangat timpang akan menyebabkan pengaruh yang merugikan dan mendominasi pengaruh yang menguntungkan terhadap pertumbuhan daerah. Menghapus dan mengurangi tingkat kemiskinan, ketimpangan pendapatan dan pengangguran merupakan tujuan dari sebuah proses pembangunan selain pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan ekonomi.
      Dilihat dari kondisi Pulau Jawa sebagai sentral kegiatan ekonomi dan juga jasa di Indonesia dapat diasumsikan bahwa ketimpangan ekonomi sudah terjadi di Indonesia. Melihat dari segi geografis yang sangat strategis ditengah kepulauan di Indonesia dan juga daratan yang stabil dibandingkan pulau lainnya di Indonesia yang masih tertutupi oleh hutan, menyebabkan Pulau Jawa memiliki potensi industri yang cukup kuat dan dengan adanya aksesibilitas yang sudah sangat mumpuni berdampak kegiatan industri di Pulau Jawa cepat menyebar keseluruh pulau. Struktur ekonomi Indonesia secara spasial tahun 2019 didominasi oleh kelompok provinsi di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Pulau Jawa memberikan kontribusi terbesar terhadap Produk Domestik Bruto, yakni sebesar 59,00 persen, diikuti oleh Pulau Sumatera sebesar 21,32 persen, dan Pulau Kalimantan 8,05 persen.[1]
      Pada saat Indonesia sedang mencoba untuk lepas dari jerat kemiskinan, sebuah bencana global mengguncang perekonomian Indonesia dan juga dunia, yang pastinya berdampak langsung pada kegiatan ekonomi masyarakat dan pelaku usaha. Bahkan target pemerintah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,3% hanya menjadi angan-angan saja. Lembaga penelitian ekonomi Center of Reforms on Economic (CORE) bahkan memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di kisaran -2% hingga 2 %.[2]
1.      Bagaimana analisis dampak Covid-19 dari sudut pandang ekonomi wilayah?
2.      Bagaimana perencanaan industri berbasis daerah setelah pandemi Covid-19 selesai?
3.      Bagaimana posisi Indonesia dalam rantai nilai global atau Global Value Chain (GVC) setelah pandemi Covid-19 selesai?

Ketimpangan ekonomi terjadi ketika terdapat perbedaan pembangunan ekonomi antar suatu wilayah dengan wilayah lainnya secraa vertikal maupun horizontal yang menyebabkan disparitas atau tidak meratanya pembangunan. Mengurangi ketimpangan atau disparity adalah salah satu tujuan dari pembangunan ekonomi daerah. Tingkat kemajuan suatu daerah dapat dilihat dari pendapatan perkapita, namun meningkatnya pendapatan perkapita tidak menunjukkan bahwa pemerataan pendapatan telah terjadi secara baik. Di negara-negara berkembang dalam perekonomiannya lebih menekankan pada penggunaan modal dibandingkan dengan tenaga kerja sehingga keuntungan dari perekonomian tersebut hanya dinikmati sebagian kelompok masyarakat saja. Jika pendapatan nasional tidak dinikmati secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat maka dapat dikatakan bahwa telah terjadi ketimpangan.
Menurut Kuncoro (2006), ketimpangan mengacu pada standar hidup yang relatif pada seluruh masyarakat, karena kesenjangan antar wilayah yaitu adanya perbedaan faktor anugrah awal (endowment factor). Perbedaan ini yang membuat tingkat pembangunan di berbagai wilayah dan daerah berbeda-beda, sehingga menimbulkan gap atau jurang kesejahteraan di berbagai wilayah tersebut (Sukirno, 2010).
      Simon Kuznet (1955) mengatakan bahwa pada tahap awal pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan akan memburuk, namun pada tahap selanjutnya, distribusi pendapatannya akan mengalami peningkatan. Observasi inilah yang kemudian, dikenal sebagai kurva Kuznet “U-Terbalik”, karena perubahan longitudinal (time-series) dalam distribusi pendapatan. Kurva Kuznet dapat dihasilkan oleh proses pertumbuhan berkesinambungan yang berasal dari perluasan sektor modern.

      Dalam hipotesis ini bentuk kurva dimulai ketika pertumbuhan ekonomi yang awalnya meningkat dan pada tingkat kesenjangan pendapatan rendah sampai pada suatu tingkat pertumbuhan tertentu kemudian mengalami penurunan. Disebutkan bahwa diantara faktor-faktor sosial, ekonomi dan politik yang mempengaruhi pola U, terdapat faktor yang penting yaitu terpusatnya modal pada kelompok pendapatan tinggi dan adanya perubahan terstruktur pekerjaan penduduk dari sektor pertanian ke sektor industri yang modern.
      Mydral (1957) menjelaskan mengenai terjadinya ketimpangan antar daerah. Mydral mengemukakan teori keterbelakangan dan pembangunan ekonomi pada sekitar ide ketimpangan regional di taraf nasional maupun internasional. Untuk menjelaskannya menggunakan spread effect dan backwash effect sebagai pengaruh penjalaran dari pusat pertumbuhan ke daerah sekitar.
      Spread effect atau dampak sebar didefinisikan sebagi suatu pengaruh yang mendatangkan keuntungan (favourable effect), di dalamnya terdapat aliran kegiatan-kegiatan investasi di pusat pertumbuhan ke daerah di sekitarnya. Backwash effect atau dampak balik didefinisikan sebagai pengaruh yang mendatangkan kerugian (infavourable effect), yang mencakup aliran manusia dari wilayah sekitar atau pinggiran termasuk aliran modal ke wilayah inti dan mengakibatkan berkurangnya modal pembangunan bagi wilayah pinggiran yang sebenarnya diperlukan untuk dapat mengejar ketertinggalan di wilayah inti.
      Menurut Mydral (1957), ketimpangan sosial terjadi karena pengaruh backwash effect lebih besar dibandingkan dengan spread effect pada negara-negara terbelakang. Perpindahan modal akan meningkatkan ketimpangan regional, peningkatan permintaan ke wilayah maju akan merangsang investasi yang pada gilirannya meningkatkan pendapatan yang menyebabkan putaran kedua investasi dan seterusnya. Lingkup investasi yang lebih baik pada sentra-sentra pengembangan dapat menciptakan kelangkaan modal di wilayah terbelakang (Jhingan, 2010).
      Ukuran Ketimpangan
1.      Size Distribution
Penghitungan ukuran ketimpangan ini menggunakan persentase dari 40% pendapatan penduduk paling miskin dibandingkan dengan keseluruhan pendapatan masyarakat. Selain itu juga dapat dilakukan dengan membandingkan persentase pendapatan dari 40% penduduk paling miskin dengan persentase pendapatan dari 20% penduduk paling kaya.
a.       Tingkat ketimpangan berat apabila 40 persen penduduk paling miskin menerima kurang dari 12 persen pendapatan nasional.
b.      Tingkat ketimpangan sedang apabila 40 persen penduduk paling miskin menerima antara 12-17 persen dari pendapatan nasional.
c.       Tingkat ketimpangan ringan apabila 40 persen penduduk paling miskin menerima diatas 17 persen dari pendapatan nasional.
2.      Kurva Lorenz
Kurva Lorenz adalah sebuah kurva yang dasar pembuatannya adalah angka-angka yang digunakan dalam perhitungan size distribution dengan cara menampilkannya dalam bentuk kurva. Dengan menggunakan garis horisontal sebagai persentase penduduk dan garis vertikal sebagai persentase pendapatan yang diterima oleh kelompok penduduk, maka data dalam size distribution dapat digambarkan dalam bentuk kurva lorenz seperti di bawah ini.
3.      Index Gini
Ukuran index gini dihitung menggunakan kurva Lorenz, dengan cara membandingkan atau menbagi bidang yang dibatasi oleh garis diagonal dalam kurva Lorenz dengan garis lengkung sebagai penyimpangan atas diagonal. Angka yang dihasilkan dari perhitungan tersebut adalah index gini atau rasio gini. Index gini berkisar diantara nol dan satu. Index gini 0 menunjukkan adanya pemerataan pendapatan sempurna dimana semua orang memiliki pemdapatan yang sama. Sedangkan index gini 1 menunjukkan adanya ketidakmerataan yang sempurna.

Global Value Chains

                  Istilah rantai nilai atau value chains mengacu pada serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan atau membuat suatu produk atau jasa yang dimulai dari tahap konseptual atau perancangan, kemudian dilanjutkan dengan beberapa tahapan produksi, hingga pengiriman ke konsumen akhir dan pemusnahan setelah penggunaanya (Kaplinsky 1999; Cattaneo et al. 2013). Rantai nilai ini dimulai dari suatu sistem produksi bahan baku yang akan terus terikat dengan kegiatan usaha lainnya dalam perdagangan, perakitan, pengolahan dll. Semua aktivitas tersebut dapat dilakukan di dalam suatu perusahaan yang sama ataupun beberapa perusahaan yang berbeda. Dengan adanya perkembangan zaman dan industri, seluruh kegiatan dalam rantai nilai mengalami perkembangan yang pada awalnya hanya dilakukan dalam suatu perusahaan yang sama, kemudian berkembang menjadi beberapa perusahaan yang berbeda dan sekarang kian berkembang dan kemudian semakin tersebar ke beberapa negara sehingga rantai nilai tersebut menjadi global.
                  Rantai nilai global (global value chain) merupakan sebuah kegiatan dimana setiap negara mempunyai peran masing-masing dalam penyediaan bahan baku, produk antara, dan barang jadi (DJKPI 2012). Ciri utama dari GVC adalah sistem produksi yang tersebar di macam-macam lokasi di berbagai negara sehingga menghasilkan tingkat efisiensi tertinggi dan keuntungan yang lebih besar di setiap bagian sistem produksi. Penelitian sebelumnya mengenai rantai nilai global menunjukkan bahwa kemampuan dalam bergabung dalam suatu rantai nilai global menjadi hal penting bagi perkembangan negara, terutama bagi negara-negara berpenghasilan rendah (Gereffi dan Stark 2011).
Dalam jurnal berjudul “Pengaruh Ketimpangan Pembangunan Antarwilayah Terhadap Kemiskinan di Indonesia 2004-2013” yang ditulis oleh Ari Mulianta Ginting pada 2015 menyebutkan bahwa ketimpangan pembangunan ekonomi antarwilayah menurut Sjafrizal (2012) merupakan fenomena umum yang terjadi dalam proses pembangunan ekonomi suatu daerah. Ketimpangan ini pada awalnya disebabkan oleh adanya perbedaan kandungan demografi yang terdapat pada masingmasing wilayah. Akibat dari perbedaan ini, kemampuan suatu daerah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mendorong proses pembangunan juga menjadi berbeda. Karena itu, tidaklah mengherankan bilamana pada setiap daerah biasanya terdapat wilayah maju (developed region) dan wilayah relatif terbelakang (underdeveloped region).
Armida. S Alisjahbana mengatakan bahwa salah satu permasalahan ketimpangan yang menonjol di Indonesia adalah kesenjangan antardaerah sebagai konsekuensi dari terkonsentrasinya kegiatan perekonomian di Pulau Jawa dan Bali. Berkembangnya provinsi-provinsi baru sejak tahun 2001 dan desentralisasi diduga akan mendorong kesenjangan antardaerah yang lebih lebar.
Untuk mengetahui ketimpangan pembangunan antarwilayah menggunakan indeks ketimpangan regional (regional inequality) yang dinamakan indeks ketimpangan Williamson.
Sedangkan Indeks Ketimpangan Pembangunan Ekonomi ditunjukkan oleh angka 0 sampai dengan angka 1 atau 0 < Vw < 1. Semakin mendekati 0 berarti ketimpangan semakin rendah dan semakin mendekati 1 berarti ketimpangan semakin lebar. Data ketimpangan pembangunan antarwilayah diolah penulis dengan menggunakan data yang bersumber dari BPS.
Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) pada awal Februari 2020 memprediksi ekonomi Indonesia di 2020 berpotensi meningkat. Peningkatan ini dapat dicapai jika pemerintah dapat mengantisipasi dan mengatasi berbagai faktor yang berpotensi muncul dan faktor-faktor yang masih menghambat pertumbuhan ekonomi itu sendiri.
Seperti yang diketahui, pertumbuhan ekonomi indonesia di 2019 gagal atau bahkan menyamai perumbuahan ekonomi di 2018. Pertumbuhan ekonomi 2019 berada pada angka 5,02 persen yang mana lebih rendah dari tahun 2018 yang mencapai 5.17 persen.
Peneliti CIPS, Pingkan Audrine Kosijungan mengatakan, pemerintah perlu tetap waspada dan mengantisipasi berbagai kemungkinan yang dapat terjadi di 2020. Kondisi yang dialami Indonesia pada tahun lalu sejalan dengan dinamika perekonomian global. Walau demikian, tengah ketidakpastian global tersebut, Indonesia masih terbilang aman walaupun terjadi penurunan pada pertumbuhan ekonomi secara nasional secara year-on-year. Hal ini dapat dilihat dengan posisi indonesia dalam G-20 pada tahun 2019 yang menempati posisi kedua tertinggi dalam aspek pertumbuhan ekonomi.
Bambang Brojonegoro menyatakan ketika pertumbuhan ekonomi meningkat ada tendensi pada gini ratio untuk naik pula. Salah satu pertumbuhan ekonomi yang tinggi terjadi pada tahun 2011 ketika periode “booming” komoditas, Saat itu, rasio ketimpangan melompat hingga ke angka 0,41.
Data BPS menunjukkan bahwa koefisien gini di daerah perkotaan pada Maret 2019 masih cukup tinggi yakni sebesar 0,392. Angka ini naik dibandingkan September 2018 yang sebesar 0,391 dan turun dibandingkan dengan rasio gini Maret 2018 yang sebesar 0,401. Sebaliknya, gini ratio di daerah perdesaan tercatat sebesar 0,317 ada Maret lalu, turun dibandingkan dengan rasio gini September 2018 yang sebesar 0,319 dan rasio gini Maret 2018 yang sebesar 0,324.
Uke Muhammad Hussein, menyebutkan prioritas pembangunan nasional saat ini berfokus pada upaya mengembangkan wilayah untuk mengurangi kesenjangan dan menjamin pemerataan. Angka ketimpangan antar wilayah masih sangat tinggi. Kemiskinan di kawasan timur Indonesia sebesar 18,01 persen, kawasan barat Indonesia 10,33 persen, dan perkotaan 7,02 persen. Sementara ketimpangan pendapatan perdesaan 0,324 dan perkotaan 0,4.
Datangnya pandemik Covid-19 memperburuk keadaan ketimpangan yang sedang terjadi di Indonesia yang menyebabkan harga barang di pasar mengalami kenaikan secara agregat dikarenakan banyak konsumen yang melakukan panic buying yang berdampak pada kelangkaan pada barang bahan pokok. Hal ini membuat ketimpangan antar wilayah di Indonesia semakin besar, karena kenaikan harga yang tinggi hanya dapat dirasakan oleh golongan masyarakat yang memiliki pendapatan tinggi seperti wilayah-wilayah di Pulau Jawa yang tergolong wilayah sebagai penyumbang terbesar bagi PDB Indonesia dibandingkan Pulau lainnya.
Ketidakstabilan yang terjadi akibat pandemik ini membawa banyak dampak buruk bagi perekonomian Indonesia. Perekonomian dunia yang tertekan tentunya akan berimbas ke dalam negeri, bahkan prediksi pertumbuhan ekonomi indonesia yang akan meningkat terancam gagal. Bank Indonesia (BI) dalam buku Laporan Perekonomian Indonesia (LPI) 2019 bahkan memproyeksi perekonomian Indonesia 2020 hanya akan mampu tumbuh disekitar 4,2-4,6%. Proyeksi ini jauh lebih rendah dibandingkan awal tahun lalu sekitar 5-5,5%.
Buku LPI mencatat, berdasarkan komponennya, ekspor diperkirakan stuck pada tahun 2020 akibat pertumbuhan ekonomi global yang tidak stabil. Ekspor diperkirakan terkontraksi pada kisaran 5,2-5,6% pada 2020 akibat terguncangnya pertumbuhan ekonomi global, penurunan volume perdagangan, dan rendahnya harga komoditas.
Covid-19 mengakibatkan terganggunya rantai suplai global yang juga diperkirakan dapat mempengaruhi ekspor Indonesia akibat tidak tersedianya bahan antara yang diproduksi di negara lain. Selain ekspor barang yang terganggu, ekspor jasa juga diperkirakan akan tertahan akibat kunjungan wisata yang terkontraksi.
Dari data OECD, setiap US$ 10 nilai ekspor Indonesia, sekitar US$ 8,8 (88%) nilai tambah domestik. Jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga proporsi ini terbilang sangat tinggi. Seperti China71%, India 79%, Malaysia 61%, Thailand 62%, dan Vietnam 63%. Tetapi dibalik itu, ternyata peran indonesia dalam pembentukan mata rantai nilai tambah global atau Global Value Chain cukup rendah.
Global value chain menurut Hummels et al. (2001) adalah sebuah proses pembentukan nilai tambah atas suatu barang yang melibatkan tiga hal. Yaitu proses produksi barang secara bertahap, terdapat dua atau lebih negara memberikan nilai tambah dan terjadi proses ekspor dan impor barang setengah jadi untuk proses produksi selanjutnya. Dengan menggunakan index partisipasi, keterlibatan suatu negara dalam global value chain dapat dideteksi.
Index partisipasi ini dibagi menjadi dua, yaitu partisipasi mundur (backward participation), menjelaskan kandungan nilai tambah negara lain dalam komoditas ekspor Indonesia. Yang kedua yaitu partisipasi maju (forward participation), menggambarkan berapa kandungan nilai tambah Indonesai dalam suatu ekspor negara.
Indonesia memiliki tingkat partisipasi yang cukup tinggi yang menjelaskan bahwa Indonesia banyak mengekspor bahan setengah jadi yang kemudian diproses lebih lanjut diluar negeri. Tetapi dalam tingkat backward participation Indonesia masih sangat rendah. Komoditas ekspor tidak memiliki keterkaitan dengan input negara lain. Sebagai contoh, dibandingkan negara ASEAN lainnya, ekspor hi-tech Indonesia cukup kecil.  Bank Dunia mendefinisikan sebagai komoditas dengan kandungan R&D tinggi meliputi produk komputer, mesin elektronika dan farmasi. Sampai tahun 2016, Indonesia masih bergelar negara dengan high-tech export paling rendah dibandingkan dengan negara ASEAN lain dengan porsi 5,8% dari total ekspor manufaktur.
Analisis global value chain penting untuk mengamati perubahan dan pergeseran pola produksi, keterhubungan antarnegara dan kontribusi dari masing-masing negara dalam proses pembentukan nilai tambah suatu barang dan jasa. Global value chain. juga bisa menggambarkan spesialisasi, kualitas tenaga kerja, serta transfer teknologi.
Dengan adanya ketidakstabilan ekonomi yang sedang terjadi, pembangunan daerah-daerah yang jauh dari pusat ibu kota sangat diperlukan untuk menciptakan pusat kawasan ekonomi atau industri yang baru,
Kawasan Andalan, dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional adalah suatu kawasan yang dikembangkan untuk mengurangi kesenjangan antardaerah melalui pengembangan kegiatan ekonomi yang dapat diandalkan untuk menjadi motor penggerak di wilayah tersebut.
Adapun wilayah yang akan dikaji adalah:
1.      Kawasan Andalan Rengat Kuala Enok (Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Indragiri Hilir, Kabupaten Kuantan Sengingi, dan Kabupaten Pelalawan).
2.      Kawasan Andalan Priangan Timur (Kabupaten Ciamis, Kabupaten Garut, dan Kabupaten Tasikmalaya).
3.      Kawasan Andalan Malang (Kota Malang, Kabupaten Malang, dan Kota Batu).
4.      Kawasan Andalan Manado (Kota Manado, Kota Bitung, dan Kabupaten Minahasa).


Berikut rekomendasi kebijakan untuk mengatasi ketimpangan dan dampak pandemi Covid-19:
1.      Mengembangkan pusat kegiatan ekonomi baru
Dengan adanya pembentukan suatu pusat kegiatan ekonomi baru di berbagai wilayah di Indonesia dapat membantu pembangunan dalam bidang ekonomi dan mengurangi ketimpangan antara daerah sentral di Pulau Jawa dan daerah lain di luar Pulau Jawa.
2.      Penguatan konektivitas Indonesia sebagai negara kepulauan
Sebuah tantangan tersendiri untuk Indonesia sebagai negara kepulauan yang jumlahnya ribuan. Konektivitas antar pulau sangat penting dalam mendorong sektor ekonomi untuk maju. Ketika aksesibilitas sulit, maka persebaran barang akan menjadi terhambat dan juga berdampak pada keniakan harga yang mahal dikarenakan freight cost yang tinggi.
3.      Memperbaiki pelayanan dasar untuk memperbaiki kesenjangan
Berbagai pelayanan dasar harus tersebar merata ke seluruh penjuru negeri. Seperti sekolah sebagai dasar pendidikan yang sangat penting dan merupakan hak bagi seluruh masyarakat, karena dengan adanya SDM di daerah yang mencukupi dan mempunyai kualitas yang cukup bagus, maka ketimpangan antar wilayah di Indonesia akan semakin mudah untuk ditekan. Fasilitas kesehatan juga sebagai hak dasar yang seyogyanya bisa dirasakan oleh seluruh masyarakat, faktor kesehatan juga menjadi kebutuhan pokok untuk menunjang kegiatan ekonomi masyarakat.
4.      Pemanfaatan ekonomi digital
Dalam era yang serba digitalisasi seperti ini, sudah sangat wajar apabila hampir semua kegiatan manusia terhubung dengan perangkat digital ataupun internet. Sebagi contoh dengan adanya internet masyarakat di desa dapat mengakses harga pasar sebagi dasar pertimbangan mereka untuk menjual hasil pertanian mereka agar tidak dapat ditipu oleh tengkulak. Dan juga pemanfaatan lainya dapat menjual segala hal secara online melalui aplikasi ataupun e-commerce agar mengurangi pihak ketiga untuk mereduksi biaya.

Pembangunan ekonomi merupakan upaya untuk menaikkan taraf hidup suatu negara yang diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan per kapita suatu negara. Ketimpangan antar wilayah yang terjadi sebagai akibat dari pembangunan antar wilayah yang berbeda-beda tingkat kecepatannya. Ketimpangan sosial pada saat ini dapat dilihat dari persentase sumbangan PDB Pulau Jawa sebesar 58-60% dari total PDB nasional yang berarti bahwa semua kegiatan ekonomi baik industri maupun sektor lainnya masih terfokus pada satu pulau dan belum merata keseluruh wilayah si Indonesia. Belum selesai dengan masalah ketimpangan yang terjadi di Indonesia, negara ini harus dihadapkan dengan permasalahan global yaitu pandemik Covid-19 yang menyebabkan ekonomi Indonesia menjadi tidak stabil. Pertumbuhan ekonomi yang sudah diprediksi oleh pengamat akan mengalami kenaikan pada tahun ini, berubah seketika pada bulan Maret ini dan kemungkinan akan turun 1% dari prediksi awal.
            Covid-19 mengakibatkan terganggunya rantai suplai global yang juga diperkirakan dapat mempengaruhi ekspor Indonesia akibat tidak tersedianya bahan antara yang diproduksi di negara lain. Selain ekspor barang yang terganggu, ekspor jasa juga diperkirakan akan tertahan akibat kunjungan wisata yang terkontraksi.
1.      Lebih mengutamakan pendidikan jenis terapan untuk mengurangi jumlah pengangguran, karena jenis ini lebih cepat untuk terjun ke dalam dunia kerja.
2.      Memperhatikan gizi balita, ketika anak usia dini masih rentan terhadap penyakit kedepannya akan mempengaruhi kualitas dari kecerdasan anak-anak.
3.      Melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap dana bantuan langsung ke masyarakat agar penggunaannya tepat sasaran dan kepada orang yang membutuhkan.
4.      Melakukan pendataan secara massal daerah yang masih terbilang tertinggal untuk lebih diberikan perhatian khusus demi tercapainya pembangunan nasional.
5.      Mengembangkan sektor-sektor wisata yang potensial untuk menjadi sumber kegiatan ekonomi masyarakat sekitar.
Badan Pusat Statistik. 2020. Ekonomi Indonesia 2019 Tumbuh 5,02 Persen. Diakses dari: https://www.bps.go.id/pressrelease/2020/02/05/1755/ekonomi-indonesia-2019-tumbuh-5-02-persen.html
Hariani, Prawidya. Analisis Ketimpangan Ekonomi dan Pengaruhnya Terhadap Tingkat Kriminalitas. Media Neliti. Diakses dari: https://media.neliti.com/media/publications/77358-ID-analisis-ketimpangan-ekonomi-dan-pengaru.pdf
Nurdiati, Rizki Putri. 2015. Peran Indonesia Dalam Rantai Nilai Global Produk Elektronik. Media Neliti. Diakses dari: https://media.neliti.com/media/publications/228326-none-2adbd213.pdf
Ika. 2019. Ketimpangan Antar Wilayah Masih Jadi Tantangan Pembangunan Nasional. Universitas Gajah Mada. Diakses dari: https://ugm.ac.id/id/berita/18662-ketimpangan-antar-wilayah-masih-jadi-tantangan-pembangunan-nasional
Julita, Lidya. 2020. Ucapkan Selamat Tinggal Pada Pertumbuhan Ekonomi RI 5%. CNBC INDONESIA. Diakses dari: https://www.cnbcindonesia.com/news/20200330141518-4-148479/ucapkan-selamat-tinggal-pada-pertumbuhan-ekonomi-ri-5
Kompas.com. 2020. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di 2020 Berpotensi Meningkat. Diakses dari: https://money.kompas.com/read/2020/02/07/205337126/pertumbuhan-ekonomi-indonesia-di-2020-berpotensi-meningkat
BAPPENAS. Pengembangan Ekonomi Daerah Berbasis Kawasan Andalan: Membangun Model Pengelolaan dan Pengembangan Keterkaitan Program. Diakses dari: https://www.bappenas.go.id/files/4513/5080/2311/10pengembangan-ekonomi-daerah-berbasis-kawasan-andalan-membangun-model-pengelolaan-dan-pengembangan-keterkaitan-program__20081123002641__9.pdf
Adi, Tri. 2018. Peran Indonesia Dalam Global Value Chain. Kontan. Diakses dari: https://analisis.kontan.co.id/news/peran-indonesia-dalam-global-value-chain?page=all




[1] Badan Pusat Statistik. 2020. Ekonomi Indonesia 2019 Tumbuh 5,02 Persen. bps.go.id

[2] Athika Rahma. 2020. Ekonomi Indonesia Diprediksi Tumbuh -2 Persen Gara-Gara Corona. Liputan6.com



Tidak ada komentar:

Posting Komentar