UNIVERSITAS
INDONESIA
POLICY PAPER
ANALISIS KETIMPANGAN ANTAR WILAYAH DI
INDONESIA
&
DAMPAK PANDEMIK COVID-19 TERHADAP
EKONOMI NASIONAL
MATA
KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA
BELLA KHAFID NURUDDIN
1706058911
Dosen
Pengampu:
Fauziah M.T., Ph.D.
T.M. Zakir Sjakur Machmud M.Ec., Ph.D.
Asisten Dosen:
Lovina Aisha Malika Putri
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
PROGRAM STUDI SARJANA AKUNTANSI
DEPOK
2020
Pembangunan ekonomi adalah upaya untuk meningkatkan
kesejahteraan suatu bangsa yang biasanya diukur dengan tinggi rendahnya suatu
pendapatan per kapita. Pembangunan ekonomi yang merupakan suatu proses yang
didalamnya termasuk perubahan struktur, sikap hidup, dan kelembagaan. Akibat
adanya perbedaan dan keragaman potensi sumber daya alam, kualitas sumber daya
alam, letak geografis diberbagai wilayah Indonesia yang diikuti dengan
perbedaan kinerja di setiap wilayah menyebabkan terjadinya ketimpangan
pembangunan antar wilayah (Todaro, 2011).
Kesenjangan atau ketimpangan antar daerah
merupakan konsekuensi dari sebuah proses pembangunan yang merupakan suatu tahap
perubahan dalam pembangunan itu sendiri. Perbedaan tingkat kemajuan disetiap
daerah yang sangat timpang akan menyebabkan pengaruh yang merugikan dan
mendominasi pengaruh yang menguntungkan terhadap pertumbuhan daerah. Menghapus
dan mengurangi tingkat kemiskinan, ketimpangan pendapatan dan pengangguran
merupakan tujuan dari sebuah proses pembangunan selain pertumbuhan ekonomi dan
ketimpangan ekonomi.
Dilihat dari kondisi Pulau Jawa sebagai
sentral kegiatan ekonomi dan juga jasa di Indonesia dapat diasumsikan bahwa
ketimpangan ekonomi sudah terjadi di Indonesia. Melihat dari segi geografis
yang sangat strategis ditengah kepulauan di Indonesia dan juga daratan yang
stabil dibandingkan pulau lainnya di Indonesia yang masih tertutupi oleh hutan,
menyebabkan Pulau Jawa memiliki potensi industri yang cukup kuat dan dengan
adanya aksesibilitas yang sudah sangat mumpuni berdampak kegiatan industri di
Pulau Jawa cepat menyebar keseluruh pulau. Struktur
ekonomi Indonesia secara spasial tahun 2019 didominasi oleh kelompok
provinsi di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Pulau Jawa memberikan
kontribusi terbesar terhadap Produk Domestik Bruto, yakni sebesar 59,00
persen, diikuti oleh Pulau Sumatera sebesar 21,32 persen, dan
Pulau Kalimantan 8,05 persen.[1]
Pada saat
Indonesia sedang mencoba untuk lepas dari jerat kemiskinan, sebuah bencana
global mengguncang perekonomian Indonesia dan juga dunia, yang pastinya
berdampak langsung pada kegiatan ekonomi masyarakat dan pelaku usaha. Bahkan
target pemerintah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,3%
hanya menjadi angan-angan saja. Lembaga penelitian ekonomi Center of Reforms on
Economic (CORE) bahkan memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di
kisaran -2% hingga 2 %.[2]
1.
Bagaimana
analisis dampak Covid-19 dari sudut pandang ekonomi wilayah?
2.
Bagaimana
perencanaan industri berbasis daerah setelah pandemi Covid-19 selesai?
3.
Bagaimana
posisi Indonesia dalam rantai nilai global atau Global Value Chain (GVC)
setelah pandemi Covid-19 selesai?
Ketimpangan ekonomi terjadi ketika terdapat
perbedaan pembangunan ekonomi antar suatu wilayah dengan wilayah lainnya secraa
vertikal maupun horizontal yang menyebabkan disparitas atau tidak meratanya
pembangunan. Mengurangi ketimpangan atau disparity adalah salah satu tujuan
dari pembangunan ekonomi daerah. Tingkat kemajuan suatu daerah dapat dilihat
dari pendapatan perkapita, namun meningkatnya pendapatan perkapita tidak
menunjukkan bahwa pemerataan pendapatan telah terjadi secara baik. Di
negara-negara berkembang dalam perekonomiannya lebih menekankan pada penggunaan
modal dibandingkan dengan tenaga kerja sehingga keuntungan dari perekonomian
tersebut hanya dinikmati sebagian kelompok masyarakat saja. Jika pendapatan
nasional tidak dinikmati secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat maka
dapat dikatakan bahwa telah terjadi ketimpangan.
Menurut Kuncoro (2006), ketimpangan mengacu pada
standar hidup yang relatif pada seluruh masyarakat, karena kesenjangan antar
wilayah yaitu adanya perbedaan faktor anugrah awal (endowment factor).
Perbedaan ini yang membuat tingkat pembangunan di berbagai wilayah dan daerah
berbeda-beda, sehingga menimbulkan gap atau jurang kesejahteraan di berbagai
wilayah tersebut (Sukirno, 2010).
Simon Kuznet (1955) mengatakan bahwa pada
tahap awal pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan akan memburuk, namun pada
tahap selanjutnya, distribusi pendapatannya akan mengalami peningkatan.
Observasi inilah yang kemudian, dikenal sebagai kurva Kuznet “U-Terbalik”,
karena perubahan longitudinal (time-series) dalam distribusi pendapatan. Kurva
Kuznet dapat dihasilkan oleh proses pertumbuhan berkesinambungan yang berasal
dari perluasan sektor modern.
Dalam hipotesis ini bentuk kurva dimulai ketika
pertumbuhan ekonomi yang awalnya meningkat dan pada tingkat kesenjangan
pendapatan rendah sampai pada suatu tingkat pertumbuhan tertentu kemudian
mengalami penurunan. Disebutkan bahwa diantara faktor-faktor sosial, ekonomi
dan politik yang mempengaruhi pola U, terdapat faktor yang penting yaitu
terpusatnya modal pada kelompok pendapatan tinggi dan adanya perubahan
terstruktur pekerjaan penduduk dari sektor pertanian ke sektor industri yang
modern.
Mydral (1957) menjelaskan mengenai
terjadinya ketimpangan antar daerah. Mydral mengemukakan teori keterbelakangan
dan pembangunan ekonomi pada sekitar ide ketimpangan regional di taraf nasional
maupun internasional. Untuk menjelaskannya menggunakan spread effect dan
backwash effect sebagai pengaruh penjalaran dari pusat pertumbuhan ke
daerah sekitar.
Spread effect atau dampak sebar
didefinisikan sebagi suatu pengaruh yang mendatangkan keuntungan (favourable
effect), di dalamnya terdapat aliran kegiatan-kegiatan investasi di pusat
pertumbuhan ke daerah di sekitarnya. Backwash effect atau dampak balik
didefinisikan sebagai pengaruh yang mendatangkan kerugian (infavourable
effect), yang mencakup aliran manusia dari wilayah sekitar atau pinggiran
termasuk aliran modal ke wilayah inti dan mengakibatkan berkurangnya modal
pembangunan bagi wilayah pinggiran yang sebenarnya diperlukan untuk dapat
mengejar ketertinggalan di wilayah inti.
Menurut
Mydral (1957), ketimpangan sosial terjadi karena pengaruh backwash effect
lebih besar dibandingkan dengan spread effect pada negara-negara
terbelakang. Perpindahan modal akan meningkatkan ketimpangan regional,
peningkatan permintaan ke wilayah maju akan merangsang investasi yang pada
gilirannya meningkatkan pendapatan yang menyebabkan putaran kedua investasi dan
seterusnya. Lingkup investasi yang lebih baik pada sentra-sentra pengembangan
dapat menciptakan kelangkaan modal di wilayah terbelakang (Jhingan, 2010).
1.
Size
Distribution
Penghitungan ukuran ketimpangan ini menggunakan
persentase dari 40% pendapatan penduduk paling miskin dibandingkan dengan
keseluruhan pendapatan masyarakat. Selain itu juga dapat dilakukan dengan
membandingkan persentase pendapatan dari 40% penduduk paling miskin dengan
persentase pendapatan dari 20% penduduk paling kaya.
a.
Tingkat
ketimpangan berat apabila 40 persen penduduk paling miskin menerima kurang dari
12 persen pendapatan nasional.
b.
Tingkat
ketimpangan sedang apabila 40 persen penduduk paling miskin menerima antara
12-17 persen dari pendapatan nasional.
c.
Tingkat
ketimpangan ringan apabila 40 persen penduduk paling miskin menerima diatas 17
persen dari pendapatan nasional.
2.
Kurva
Lorenz
Kurva Lorenz adalah sebuah
kurva yang dasar pembuatannya adalah angka-angka yang digunakan dalam
perhitungan size distribution dengan cara menampilkannya dalam bentuk
kurva. Dengan menggunakan garis horisontal sebagai persentase penduduk dan
garis vertikal sebagai persentase pendapatan yang diterima oleh kelompok
penduduk, maka data dalam size distribution dapat digambarkan dalam
bentuk kurva lorenz seperti di bawah ini.
3.
Index
Gini
Ukuran index gini dihitung menggunakan kurva Lorenz,
dengan cara membandingkan atau menbagi bidang yang dibatasi oleh garis diagonal
dalam kurva Lorenz dengan garis lengkung sebagai penyimpangan atas diagonal.
Angka yang dihasilkan dari perhitungan tersebut adalah index gini atau rasio
gini. Index gini berkisar diantara nol dan satu. Index gini 0 menunjukkan
adanya pemerataan pendapatan sempurna dimana semua orang memiliki pemdapatan
yang sama. Sedangkan index gini 1 menunjukkan adanya ketidakmerataan yang
sempurna.
Global
Value Chains
Istilah rantai nilai atau value
chains mengacu pada serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan
atau membuat suatu produk atau jasa yang dimulai dari tahap konseptual atau
perancangan, kemudian dilanjutkan dengan beberapa tahapan produksi, hingga
pengiriman ke konsumen akhir dan pemusnahan setelah penggunaanya (Kaplinsky
1999; Cattaneo et al. 2013). Rantai nilai ini dimulai dari suatu sistem
produksi bahan baku yang akan terus terikat dengan kegiatan usaha lainnya dalam
perdagangan, perakitan, pengolahan dll. Semua aktivitas tersebut dapat
dilakukan di dalam suatu perusahaan yang sama ataupun beberapa perusahaan yang
berbeda. Dengan adanya perkembangan zaman dan industri, seluruh kegiatan dalam
rantai nilai mengalami perkembangan yang pada awalnya hanya dilakukan dalam
suatu perusahaan yang sama, kemudian berkembang menjadi beberapa perusahaan
yang berbeda dan sekarang kian berkembang dan kemudian semakin tersebar ke
beberapa negara sehingga rantai nilai tersebut menjadi global.
Rantai
nilai global (global value chain) merupakan sebuah kegiatan dimana
setiap negara mempunyai peran masing-masing dalam penyediaan bahan baku, produk
antara, dan barang jadi (DJKPI 2012). Ciri utama dari GVC adalah sistem
produksi yang tersebar di macam-macam lokasi di berbagai negara sehingga menghasilkan
tingkat efisiensi tertinggi dan keuntungan yang lebih besar di setiap bagian
sistem produksi. Penelitian sebelumnya mengenai rantai nilai global menunjukkan
bahwa kemampuan dalam bergabung dalam suatu rantai nilai global menjadi hal
penting bagi perkembangan negara, terutama bagi negara-negara berpenghasilan
rendah (Gereffi dan Stark 2011).
Dalam jurnal berjudul “Pengaruh Ketimpangan
Pembangunan Antarwilayah Terhadap Kemiskinan di Indonesia 2004-2013” yang
ditulis oleh Ari Mulianta Ginting pada 2015 menyebutkan bahwa ketimpangan
pembangunan ekonomi antarwilayah menurut Sjafrizal (2012) merupakan fenomena
umum yang terjadi dalam proses pembangunan ekonomi suatu daerah. Ketimpangan
ini pada awalnya disebabkan oleh adanya perbedaan kandungan demografi yang
terdapat pada masingmasing wilayah. Akibat dari perbedaan ini, kemampuan suatu
daerah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mendorong proses pembangunan
juga menjadi berbeda. Karena itu, tidaklah mengherankan bilamana pada setiap
daerah biasanya terdapat wilayah maju (developed region) dan wilayah relatif
terbelakang (underdeveloped region).
Armida. S Alisjahbana mengatakan bahwa salah satu
permasalahan ketimpangan yang menonjol di Indonesia adalah kesenjangan
antardaerah sebagai konsekuensi dari terkonsentrasinya kegiatan perekonomian di
Pulau Jawa dan Bali. Berkembangnya provinsi-provinsi baru sejak tahun 2001 dan
desentralisasi diduga akan mendorong kesenjangan antardaerah yang lebih lebar.
Untuk mengetahui
ketimpangan pembangunan antarwilayah menggunakan indeks ketimpangan regional
(regional inequality) yang dinamakan indeks ketimpangan Williamson.
Sedangkan Indeks Ketimpangan Pembangunan Ekonomi
ditunjukkan oleh angka 0 sampai dengan angka 1 atau 0 < Vw < 1. Semakin
mendekati 0 berarti ketimpangan semakin rendah dan semakin mendekati 1 berarti
ketimpangan semakin lebar. Data ketimpangan pembangunan antarwilayah diolah
penulis dengan menggunakan data yang bersumber dari BPS.
Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) pada
awal Februari 2020 memprediksi ekonomi Indonesia di 2020 berpotensi meningkat.
Peningkatan ini dapat dicapai jika pemerintah dapat mengantisipasi dan
mengatasi berbagai faktor yang berpotensi muncul dan faktor-faktor yang masih
menghambat pertumbuhan ekonomi itu sendiri.
Seperti yang diketahui, pertumbuhan ekonomi
indonesia di 2019 gagal atau bahkan menyamai perumbuahan ekonomi di 2018.
Pertumbuhan ekonomi 2019 berada pada angka 5,02 persen yang mana lebih rendah
dari tahun 2018 yang mencapai 5.17 persen.
Peneliti CIPS, Pingkan Audrine
Kosijungan mengatakan, pemerintah perlu tetap waspada dan mengantisipasi
berbagai kemungkinan yang dapat terjadi di 2020. Kondisi yang dialami
Indonesia pada tahun lalu sejalan dengan dinamika perekonomian global. Walau
demikian, tengah ketidakpastian global tersebut, Indonesia masih terbilang aman
walaupun terjadi penurunan pada pertumbuhan ekonomi secara nasional secara
year-on-year. Hal ini dapat dilihat dengan posisi indonesia dalam G-20 pada
tahun 2019 yang menempati posisi kedua tertinggi dalam aspek pertumbuhan
ekonomi.
Bambang Brojonegoro menyatakan
ketika pertumbuhan ekonomi meningkat ada tendensi pada gini ratio untuk naik
pula. Salah satu pertumbuhan ekonomi yang tinggi terjadi pada tahun 2011 ketika
periode “booming” komoditas, Saat
itu, rasio ketimpangan melompat hingga ke angka 0,41.
Data BPS menunjukkan bahwa
koefisien gini di daerah perkotaan pada Maret 2019 masih cukup tinggi yakni
sebesar 0,392. Angka ini naik dibandingkan September 2018 yang sebesar 0,391
dan turun dibandingkan dengan rasio gini Maret 2018 yang sebesar 0,401.
Sebaliknya, gini ratio di daerah perdesaan tercatat sebesar 0,317 ada Maret
lalu, turun dibandingkan dengan rasio gini September 2018 yang sebesar 0,319
dan rasio gini Maret 2018 yang sebesar 0,324.
Uke Muhammad Hussein, menyebutkan
prioritas pembangunan nasional saat ini berfokus pada upaya mengembangkan
wilayah untuk mengurangi kesenjangan dan menjamin pemerataan. Angka ketimpangan
antar wilayah masih sangat tinggi. Kemiskinan di kawasan timur Indonesia
sebesar 18,01 persen, kawasan barat Indonesia 10,33 persen, dan perkotaan 7,02
persen. Sementara ketimpangan pendapatan perdesaan 0,324 dan perkotaan 0,4.
Datangnya pandemik Covid-19 memperburuk keadaan
ketimpangan yang sedang terjadi di Indonesia yang menyebabkan harga barang di
pasar mengalami kenaikan secara agregat dikarenakan banyak konsumen yang
melakukan panic buying yang berdampak pada kelangkaan pada barang bahan
pokok. Hal ini membuat ketimpangan antar wilayah di
Indonesia semakin besar, karena kenaikan harga yang tinggi hanya dapat
dirasakan oleh golongan masyarakat yang memiliki pendapatan tinggi seperti
wilayah-wilayah di Pulau Jawa yang tergolong wilayah sebagai penyumbang
terbesar bagi PDB Indonesia dibandingkan Pulau lainnya.
Ketidakstabilan
yang terjadi akibat pandemik ini membawa banyak dampak buruk bagi perekonomian
Indonesia. Perekonomian dunia yang tertekan tentunya akan berimbas ke dalam
negeri, bahkan prediksi pertumbuhan ekonomi indonesia yang akan meningkat
terancam gagal. Bank Indonesia (BI) dalam buku
Laporan Perekonomian Indonesia (LPI) 2019 bahkan memproyeksi perekonomian
Indonesia 2020 hanya akan mampu tumbuh disekitar 4,2-4,6%. Proyeksi ini jauh
lebih rendah dibandingkan awal tahun lalu sekitar 5-5,5%.
Buku LPI mencatat,
berdasarkan komponennya, ekspor diperkirakan stuck pada tahun 2020
akibat pertumbuhan ekonomi global yang tidak stabil. Ekspor diperkirakan
terkontraksi pada kisaran 5,2-5,6% pada 2020 akibat terguncangnya pertumbuhan
ekonomi global, penurunan volume perdagangan, dan rendahnya harga komoditas.
Covid-19
mengakibatkan terganggunya rantai suplai global yang juga diperkirakan dapat
mempengaruhi ekspor Indonesia akibat tidak tersedianya bahan antara yang
diproduksi di negara lain. Selain ekspor barang yang terganggu, ekspor jasa
juga diperkirakan akan tertahan akibat kunjungan wisata yang terkontraksi.
Dari
data OECD, setiap US$ 10 nilai ekspor Indonesia, sekitar US$ 8,8 (88%) nilai
tambah domestik. Jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga proporsi ini
terbilang sangat tinggi. Seperti China71%, India 79%, Malaysia 61%, Thailand
62%, dan Vietnam 63%. Tetapi dibalik itu, ternyata peran indonesia dalam
pembentukan mata rantai nilai tambah global atau Global Value Chain cukup
rendah.
Global
value chain
menurut Hummels et al. (2001) adalah sebuah proses pembentukan nilai tambah
atas suatu barang yang melibatkan tiga hal. Yaitu proses produksi barang secara
bertahap, terdapat dua atau lebih negara memberikan nilai tambah dan terjadi
proses ekspor dan impor barang setengah jadi untuk proses produksi selanjutnya.
Dengan menggunakan index partisipasi, keterlibatan suatu negara dalam global
value chain dapat dideteksi.
Index
partisipasi ini dibagi menjadi dua, yaitu partisipasi mundur (backward
participation), menjelaskan kandungan nilai tambah negara lain dalam
komoditas ekspor Indonesia. Yang kedua yaitu partisipasi maju (forward
participation), menggambarkan berapa kandungan nilai tambah Indonesai dalam
suatu ekspor negara.
Indonesia
memiliki tingkat partisipasi yang cukup tinggi yang menjelaskan bahwa Indonesia
banyak mengekspor bahan setengah jadi yang kemudian diproses lebih lanjut
diluar negeri. Tetapi dalam tingkat backward participation Indonesia
masih sangat rendah. Komoditas ekspor tidak memiliki keterkaitan dengan input
negara lain. Sebagai contoh, dibandingkan negara ASEAN lainnya, ekspor hi-tech
Indonesia cukup kecil. Bank Dunia
mendefinisikan sebagai komoditas dengan kandungan R&D tinggi meliputi
produk komputer, mesin elektronika dan farmasi. Sampai tahun 2016, Indonesia
masih bergelar negara dengan high-tech export paling rendah dibandingkan dengan
negara ASEAN lain dengan porsi 5,8% dari total ekspor manufaktur.
Analisis
global value chain penting untuk mengamati perubahan dan pergeseran pola produksi,
keterhubungan antarnegara dan kontribusi dari masing-masing negara dalam proses
pembentukan nilai tambah suatu barang dan jasa. Global value chain. juga bisa
menggambarkan spesialisasi, kualitas tenaga kerja, serta transfer teknologi.
Dengan adanya ketidakstabilan ekonomi yang sedang terjadi,
pembangunan daerah-daerah yang jauh dari pusat ibu kota sangat diperlukan untuk
menciptakan pusat kawasan ekonomi atau industri yang baru,
Kawasan Andalan, dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional adalah
suatu kawasan yang dikembangkan untuk mengurangi kesenjangan antardaerah
melalui pengembangan kegiatan ekonomi yang dapat diandalkan untuk menjadi motor
penggerak di wilayah tersebut.
Adapun wilayah yang akan dikaji
adalah:
1.
Kawasan
Andalan Rengat Kuala Enok (Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Indragiri Hilir,
Kabupaten Kuantan Sengingi, dan Kabupaten Pelalawan).
2.
Kawasan
Andalan Priangan Timur (Kabupaten Ciamis, Kabupaten Garut, dan Kabupaten
Tasikmalaya).
3.
Kawasan
Andalan Malang (Kota Malang, Kabupaten Malang, dan Kota Batu).
4.
Kawasan
Andalan Manado (Kota Manado, Kota Bitung, dan Kabupaten Minahasa).
Berikut
rekomendasi kebijakan untuk mengatasi ketimpangan dan dampak pandemi Covid-19:
1.
Mengembangkan pusat kegiatan ekonomi baru
Dengan
adanya pembentukan suatu pusat kegiatan ekonomi baru di berbagai wilayah di
Indonesia dapat membantu pembangunan dalam bidang ekonomi dan mengurangi
ketimpangan antara daerah sentral di Pulau Jawa dan daerah lain di luar Pulau
Jawa.
2.
Penguatan konektivitas Indonesia sebagai negara kepulauan
Sebuah
tantangan tersendiri untuk Indonesia sebagai negara kepulauan yang jumlahnya
ribuan. Konektivitas antar pulau sangat penting dalam mendorong sektor ekonomi
untuk maju. Ketika aksesibilitas sulit, maka persebaran barang akan menjadi
terhambat dan juga berdampak pada keniakan harga yang mahal dikarenakan freight
cost yang tinggi.
3.
Memperbaiki pelayanan dasar untuk memperbaiki kesenjangan
Berbagai
pelayanan dasar harus tersebar merata ke seluruh penjuru negeri. Seperti
sekolah sebagai dasar pendidikan yang sangat penting dan merupakan hak bagi
seluruh masyarakat, karena dengan adanya SDM di daerah yang mencukupi dan
mempunyai kualitas yang cukup bagus, maka ketimpangan antar wilayah di
Indonesia akan semakin mudah untuk ditekan. Fasilitas kesehatan juga sebagai
hak dasar yang seyogyanya bisa dirasakan oleh seluruh masyarakat, faktor
kesehatan juga menjadi kebutuhan pokok untuk menunjang kegiatan ekonomi
masyarakat.
4.
Pemanfaatan ekonomi digital
Dalam
era yang serba digitalisasi seperti ini, sudah sangat wajar apabila hampir
semua kegiatan manusia terhubung dengan perangkat digital ataupun internet.
Sebagi contoh dengan adanya internet masyarakat di desa dapat mengakses harga
pasar sebagi dasar pertimbangan mereka untuk menjual hasil pertanian mereka
agar tidak dapat ditipu oleh tengkulak. Dan juga pemanfaatan lainya dapat
menjual segala hal secara online melalui aplikasi ataupun e-commerce agar
mengurangi pihak ketiga untuk mereduksi biaya.
Pembangunan ekonomi merupakan upaya untuk menaikkan taraf hidup
suatu negara yang diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan per kapita suatu
negara. Ketimpangan antar wilayah yang terjadi sebagai akibat dari pembangunan
antar wilayah yang berbeda-beda tingkat kecepatannya. Ketimpangan sosial pada
saat ini dapat dilihat dari persentase sumbangan PDB Pulau Jawa sebesar 58-60%
dari total PDB nasional yang berarti bahwa semua kegiatan ekonomi baik industri
maupun sektor lainnya masih terfokus pada satu pulau dan belum merata keseluruh
wilayah si Indonesia. Belum selesai dengan masalah ketimpangan yang terjadi di
Indonesia, negara ini harus dihadapkan dengan permasalahan global yaitu
pandemik Covid-19 yang menyebabkan ekonomi Indonesia menjadi tidak stabil. Pertumbuhan
ekonomi yang sudah diprediksi oleh pengamat akan mengalami kenaikan pada tahun
ini, berubah seketika pada bulan Maret ini dan kemungkinan akan turun 1% dari
prediksi awal.
Covid-19 mengakibatkan
terganggunya rantai suplai global yang juga diperkirakan dapat mempengaruhi
ekspor Indonesia akibat tidak tersedianya bahan antara yang diproduksi di
negara lain. Selain ekspor barang yang terganggu, ekspor jasa juga diperkirakan
akan tertahan akibat kunjungan wisata yang terkontraksi.
1.
Lebih mengutamakan pendidikan jenis terapan untuk mengurangi
jumlah pengangguran, karena jenis ini lebih cepat untuk terjun ke dalam dunia
kerja.
2.
Memperhatikan gizi balita, ketika anak usia dini masih rentan
terhadap penyakit kedepannya akan mempengaruhi kualitas dari kecerdasan
anak-anak.
3.
Melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap dana bantuan
langsung ke masyarakat agar penggunaannya tepat sasaran dan kepada orang yang
membutuhkan.
4.
Melakukan pendataan secara massal daerah yang masih terbilang
tertinggal untuk lebih diberikan perhatian khusus demi tercapainya pembangunan
nasional.
5.
Mengembangkan sektor-sektor wisata yang potensial untuk menjadi
sumber kegiatan ekonomi masyarakat sekitar.
Badan Pusat Statistik. 2020. Ekonomi Indonesia 2019 Tumbuh 5,02
Persen. Diakses dari: https://www.bps.go.id/pressrelease/2020/02/05/1755/ekonomi-indonesia-2019-tumbuh-5-02-persen.html
Hariani,
Prawidya. Analisis Ketimpangan Ekonomi dan Pengaruhnya Terhadap Tingkat
Kriminalitas. Media Neliti. Diakses dari: https://media.neliti.com/media/publications/77358-ID-analisis-ketimpangan-ekonomi-dan-pengaru.pdf
Nurdiati,
Rizki Putri. 2015. Peran Indonesia Dalam Rantai Nilai Global Produk
Elektronik. Media Neliti. Diakses dari: https://media.neliti.com/media/publications/228326-none-2adbd213.pdf
Ika.
2019. Ketimpangan Antar Wilayah Masih Jadi Tantangan Pembangunan Nasional.
Universitas Gajah Mada. Diakses dari: https://ugm.ac.id/id/berita/18662-ketimpangan-antar-wilayah-masih-jadi-tantangan-pembangunan-nasional
Julita,
Lidya. 2020. Ucapkan Selamat Tinggal Pada Pertumbuhan Ekonomi RI 5%. CNBC
INDONESIA. Diakses dari: https://www.cnbcindonesia.com/news/20200330141518-4-148479/ucapkan-selamat-tinggal-pada-pertumbuhan-ekonomi-ri-5
Kompas.com.
2020. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di 2020 Berpotensi Meningkat.
Diakses dari: https://money.kompas.com/read/2020/02/07/205337126/pertumbuhan-ekonomi-indonesia-di-2020-berpotensi-meningkat
BAPPENAS. Pengembangan
Ekonomi Daerah Berbasis Kawasan Andalan: Membangun Model Pengelolaan dan
Pengembangan Keterkaitan Program.
Diakses dari: https://www.bappenas.go.id/files/4513/5080/2311/10pengembangan-ekonomi-daerah-berbasis-kawasan-andalan-membangun-model-pengelolaan-dan-pengembangan-keterkaitan-program__20081123002641__9.pdf
Adi, Tri. 2018. Peran Indonesia Dalam Global Value Chain.
Kontan. Diakses dari: https://analisis.kontan.co.id/news/peran-indonesia-dalam-global-value-chain?page=all